Etika Profesi dalam Dunia Perpajakan (Studi kasus PT.IM3 )
MAKALAH
Etika Profesi Dalam Dunia Perpajakan
Disusun
oleh :
-
Toni Riyadi (
181011250210 )
-
Srijummayelvi ( 181011250193 )
-
Fitri Nur Laila ( 181011250197 )
-
Ahmad Nurhelmi ( 181011250219 )
-
Riyan ( 181011250192 )
-
Della Feby ( 181011250209 )
-
Lutfiah Amelia ( 181011250212 )
-
Indri Jayanti ( 181011250187 )
-
Dosen Pengempu :
Donny Indradi,S.E.,S.H.,M.M.,M.Kn.,Ak.,CA
PROGRAM
STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS
EKONOMI
UNIVERSITAS
PAMULANG
2022
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi
Allah, yang
telah menganugerahkan begitu banyak rahmat dan karunia-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini. Shalawat
beserta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi kita yakni Nabi Muhammad
SAW, yang tetap menjadi suri teladan bagi umat-Nya sampai akhir zaman.
Selanjutnya,
ucapan terima kasih penulis haturkan kepada
Bapak
Donny Indradi,S.E.,S.H.,M.M.,M.Kn.,Ak.,CA selaku
dosen pembelajaran mata kuliah Etika Bisnis
Dan Profesi yang telah membimbing penyusun dalam
penyelesaian makalah ini. Dan tak lupa pula penyusun ucapkan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusun.
Akhir
kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca. Dan kami menyadari bahwa
dalam makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh karena
itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan lebih lanjut dari
para pembaca.
Jakarta, 10 Januari
2022
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Etika adalah prinsip moral yang
memberikan pegangan bagi tingkah laku seseorang. Seseorang bertindak secara
etis bila memperhatikan dampak dari tindakannya terhadap lingkungan sosialnya.
Etika merupakan sebuah nilai luhur yang wajib dimiliki oleh setiap individu.
Berbicara perihal etika, apapun bentuknya pasti berkaitan dengan nilai. Menurut
Hunt & Vitell [1986, dalam Khomsiyah & Nur Indriantoro (1998)], bahwa
kemampuan seorang profesional untuk dapat mengerti dan peka akan adanya masalah
etika dalam profesinya, sangat dipengaruhi oleh lingkungan budaya atau
masyarakat dimana profesi itu berada, lingkungan profesinya, lingkungan
organisasi atau tempat ia bekerja serta pengalaman pribadinya.
Ketika etika itu dikaitkan dengan
perpajakan, maka akan banyak sekali pihak yang terlibat di dalamnya. Bahkan
bisa dikatakan semua pihak ada di dalamnya. Secara subyektif seluruh warga
Negara adalah wajib pajak. Dengan demikian artinya etika perpajakan ini wajib
dimiliki, dimengerti dan diamalkan oleh setiap individu. Sektor penerimaan
keuangan di Indonesia salah satu pokok utamanya bersumber dari sektor pajak.
Pajak sangat berperan besar dalam pertumbuhan ekonomi di negara kita.
Besar-kecilnya pajak akan menentukan kapasitas anggaran negara, baik untuk
pembiayaan pembangunan maupun anggaran rutin.
Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana telah Beberapa
kali diubah Terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 Pasal 1, ayat 1
menyatakan bahwa “pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
Negara bagi sebesar besarnya kemakmuran rakyat.” Dari pengertian pajak
berdasarkan Undang-undang di atas sangat jelas dikatakan bahwa setiap orang
pribadi dan badan usaha yang memiliki penghasilan wajib menyetorkan pajaknya
pada negara, namun banyak pihak yang berusaha melakukan penggelapan atau pun
penyelewengan pajak guna mendapatkan keuntungan lebih.
Menurut McGee dan Tyler (2006)
permasalahan mengenai penggelapan pajak ( menjadi penyakit akut khususnya di
negara yang sedang mengalami peralihan atau perkembangan sistem ekonomi, karena
mereka belum mempunyai perangkat yang memadai untuk mengumpulkan pajak. Sikap
masyarakat juga merupakan faktor penting dalam pengumpulan pajak. Berikutnya
ada Harry Graham Balter menyatakan penggelapan pajak mengandung arti sebagai
usaha yang dilakukan oleh wajib pajak (apakah berhasil atau tidak) untuk
mengurangi atau sama sekali menghapus utang pajak yang berdasarkan ketentuan
yang berlaku sebagai pelanggaran terhadap perundang-undangan perpajakan. Kemudian
Ernest R. Moterson menyatakan penggelapan pajak pajak adalah usaha yang tidak
dapat dibenarkan berkenaan dengan kegiatan wajib pajak untuk lari atau
menghindarkan diri dari pembebanan pajak.
Pendapatan terbesar Negara ini
didapatkan dari sektor pajak, Pajak inilah yang digunakan untuk pembangunan
baik sektor infrastukrtur maupun pembangunan dibidang lainnya. Belakangan ini
topik perpajakan banyak disoroti oleh berbagai pihak dalam berbagai perspektif.
Bagaimana pembangunan dinegara ini akan maju jika pendapatan untuk pembangunan
disalah gunakan untuk kepentingan pribadi. Apalagi penyimpangan ini sudah
dianggap menjadi sebuah tradisi. Namun sangatlah tidak bijak ketika
membicarakan etika perpajakan, hanya menunjuk satu pihak saja, misalnya
pemerintah yang bertindak sebagai fiskus. Tidak dapat dipungkiri bahwa fiskus
merupakan salah satu aktor utama dalam perpajakan. Namun ada dua aktor utama
lainnya, yaitu konsultan pajak dan wajib pajak itu sendiri.
Tenaga Pengkaji Bidang Pembinaan dan
Penertiban Sumber Daya Manusia Direktorat Jenderal Pajak, Djangkung Sudjarwadi,
menyatakan bahwa Ditjen Pajak akan mengusut laporan adanya penggelapan pajak
yang dilakukan PT Indosat Multimedia (IM3). “Jelas akan diusut,” katanya ketika
dihubungi Tempo News Room, Selasa (04/11) siang. Adanya bantahan dari Direktur
Utama IM3, Yudi Rulianto, kata Djangkung, tidak menyebabkan permasalahan
menjadi selesai. Pengusutan tetap diperlukan untuk mencari tahu duduk
permasalahan yang sebenarnya dengan memeriksa wajib pajak yang bersangkutan dan
memeriksa kebenaran laporan atau pengaduan yang diterima. Hal ini sesuai dengan
amanah Undang-Undang No 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan yang menyatakan bahwa Ditjen Pajak berwenang melakukan pemeriksaan
untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban wajib pajak.
Rosyid mengungkapkan, IM3 melakukan
penggelapan pajak dengan cara memanipulasi Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) ke kantor Pajak untuk tahun buku Desember 2001
dan Desember 2002. Untuk SPT masa PPN 2001 yang dilaporkan ke kantor pajak pada
Februari 2002 dilaporkan bahwa total pajak keluaran tahun 2001 sebesar Rp
846,43 juta. Sedangkan total pajak masukan sebesar Rp 66,62 miliar sehingga
selisih pajak keluaran dan masukan sebesar Rp 65,77 miliar. Sesuai aturan, kata
Rosyid, jika pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, maka selisihnya
dapat direstitusi atau ditarik kembali. Karena itu, IM3 melakukan restitusi
sebesar Rp 65,7 miliar. Menurut Rasyid, selintas memang tidak terjadi
kejanggalan dari hal tersebut. Namun, jika lampiran pajak masukan dicermati,
IM3 menyebut adanya pajak masukan ke PT Indosat sebesar Rp 65,07 miliar. Namun
setelah dicek ulang, dalam SPT Masa PPN PT Indosat, ternyata tidak ditemukan
angka pajak masukan yang diklaim IM3. Padahal, kata dia, seharusnya angka Pajak
Masukan IM3 tersebut muncul pada laporan pajak keluaran PT Indosat untuk tahun
buku yang sama. Dari berita di atas kami tertarik untuk mengulas mengenai salah
satu kasus penggelan dan pelanggaran etika pofesi dalam bidang manajemen pajak
peusahaan.
1.2
Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan kami bahas dalam
makala ini adalah:
1.2.1
Mengapa Perlu Ada Etika
dalam Dunia Perpajakan?
1.2.2
Bagaimana Etika Akuntan
Pajak?
1.2.3
Bagaimana kronologi dari
kasus Dugaan Penggelapan Pajak oleh IM3?
1.2.4
Bagaimana solusi untuk
kasus Dugaan Penggelapan Pajak oleh IM3?
1.3
Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.3.1
Untuk menetahui Etika
dalam Dunia Perpajakan
1.3.2
Untuk mengetahui Etika
Akuntan Pajak
1.3.3
Menganalisis penyebab
dari kasus Dugaan Penggelapan Pajak oleh IM3
1.3.4
Menganalisis solusi dari
kasus Dugaan Penggelapan Pajak oleh IM3
BAB II
TEORI
2.1
Pajak
Menurut Prof.Dr.Rochmat Soemitro, SH,
pajak adalah iuran wajib rakyat kepada kas negara berdasarkan undang – undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontrapretasi) yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Sistem
pemungutan pajak merupakan sebuah mekanisme yang digunakan untuk menghitung
besarnya pajak yang harus dibayar wajib pajak ke negara. Di Indonesia, berlaku
3 sistem pemungutan pajak berikut:
1. Self
Assessment System.
Dalam sistem ini wajib
pajak merupakan pihak yang berperan aktif dalam menghitung, membayar, dan melaporkan besaran pajaknya ke Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) atau melalui sistem administrasi online yang sudah dibuat
oleh pemerintah sesuai dengan kaidah dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
2. Official
Assessment System.
Official
Assessment System merupakan sistem pemungutan pajak
yang membebankan wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada fiskus
atau aparat perpajakan sebagai pemungut pajak.
3. Withholding
Assessment System.
Pada Withholding
System, besarnya pajak dihitung oleh pihak ketiga yang bukan wajib pajak
dan bukan juga aparat pajak/fiskus. Contoh Witholding System adalah pemotongan
penghasilan karyawan yang dilakukan oleh bendahara instansi terkait. Jadi,
karyawan tidak perlu lagi pergi ke KPP untuk membayarkan pajak tersebut
melainkan di pungut dan disetorkan oleh instansi terkait kepada pemerintah
melalui platform yang sudah disediakan.
2.2
Landasan Teori
2.2.1
Teori Pesepsi
Teori Persepsi menjelaskan bahwa persepsi
merupakan salah satu aspek penting yang menentukan bagaimana manusia merespon
kehadiran berbagai aspek dan gejala disekitarnya. Persepsi juga berhubungan
dengan cara pandang seseorang terhadap suatu objek tertentu dengan cara yang
berbeda-beda dengan menggunakan alat indera yang dimiliki, kemudian berusaha
untuk menafsirkannya.
2.2.2
Teori Etika
Teori Etika menjelaskan bahwaetika sangat
berhubungan dengan tata karma, sopan santun, pedoman moral, norma susila, dan
lain-lain yang mana hal-hal ini sangat berhubungan juga dengan norma-norma yang
ada dalam masyarakat. Pernyataan etika ini kemudian dituangkan dalam bentuk
prinsipprinsip etika secara normatif dipergunakan untuk membimbing tindakan
seseorang menjadi perilaku yang bermoral.Etika memiliki hubungan yang erat
terhadap semua aspek kehidupan manusia termasuk dalam memenuhi kewajiban
perpajakan yang disebut sebagai etika pajak. Etika pajak sebagai norma-norma
yang mengatur perilaku warga negara sebagai pembayar pajak dalam hubungannya
dengan pemerintah (Song & Yarbrough,1978).
2.2.3
Teori Atribusi
Teori atribusi menjelaskan mengenai proses
bagaimana kita menentukan penyebab dan motif tentang perilaku seseorang. Teori
ini mengacu tentang bagaimana seseorang menjelaskan penyebab perilaku orang
lain atau dirinya sendiri yang akan ditentukan apakah dari internal misalnya
sifat, karakter, sikap ataupun eksternal misalnya tekanan situasi atau keadaan
tertentu yang akan memberikan pengaruh terhadap perilaku individu (Luthans,
2005)
2.3
Tanggungjawab Akuntan
Pajak
Dalam
kaitannya dengan etika akuntan pajak, AICPA mengeluarkan Statemet on
Responsibilities in Tax Practice (SRTP). Adapun isinfya adalah sebagai
berikut:
- Statement on
Responsibilities in Tax Services No. 1, Tax Return Positions (Posisi
Pengembalian Pajak)
Statemen
ini menetapkan standar masa depan yang bisa diterapkan untuk anggota ketika
merekomendasikan tingkat pengembalian pajak dan menyiapkan atau menandatangani
surat pembayaran pajak (termasuk klaim untuk lebih bayar) yang disimpan dengan
mengenakan pajak otoritas. Karena tujuan standar ini, suatu nilai pajak
terutang, (a) mencerminkan tingkat pengembalian pajak seperti yang mana wajib
pajak telah secara rinci membicarakannya dengan anggota atau (b) suatu anggota
mempunyai pengetahuan semua fakta yang bersifat material dan, atas dasar fakta
itu, telah menyimpulkan apakah posisinya sudah sesuai. Karena tujuan standar
ini, suatu wajib pajak adalah klien, pemberi kerja, atau pihak ketiga lain
penerima jasa pajak.
- Statement on
Responsibilities in Tax Services No. 2, Answers to Questions on Returns
(Jawaban Pertanyaan atas Pengembalian)
Statemen
Ini menetapkan standar yang bisa diterapkan untuk anggota ketika menandatangani
suatu pajak kembalian jika atau mempertanyakan kelebiahan pajak kembalian.
Istilah questionsincludes meminta informasi untuk pajak kembalian di dalam
perusahaan. Instruksi, atau di dalam peraturan, ya atau tidaknya dinyatakan
format suatu pertanyaan.
Pernyataan:
Suatu anggota perlu membuat suatu usaha yang layak untuk memperoleh informasi
dari wajib pajak yang diperlukan untuk menyediakan jawaban sesuai dengan semua
pertanyaan atas suatu pajak kembalian sebelum ditandatangani.
- Statement on Responsibilities
in Tax Services No. 3, Certain Procedural Aspects of Preparing Returns
(Aspek prosedur tertentu dalam menyiapkan Pengembalian)
Dalam
menyiapkan atau menandatangani suatu pajak kembalian, suatu anggota dengan hati
jujur boleh mempercayakan, tanpa verifikasi, atas informasi yang diberikan oleh
wajib pajak atau dengan pihak ketiga. Bagaimanapun, suatu anggota mestinya
tidak mengabaikan tentang implikasi yang melengkapi informasi tersebut dan
perlu membuat pemeriksaan yang layak jika informasi nampak seperti ada
kesalahan, tidak sempurna, atau plin-plan baik di bagian depannya atau atas
dasar lain fakta tidak diketahui oleh suatu anggota. Jika hukum perpajakan atau
peraturan memaksakan suatu kondisi dengan rasa hormat, seperti pemeliharaan
buku dan arsip atau memperkuat dokumentasi wajib pajak untuk mendukung
pengurangan yang dilaporkan ke kantor pajak, suatu anggota perlu membuat
pemeriksaan yang sesuai untuk menentukan kondisi yang dijumpai untuk memberi
kepuasan kepada wajib pajak.
- Statement on Responsibilities
in Tax Services No. 4, Use of Estimates(Penggunaan Estimasi)
Kecuali
jika yang dilarang oleh undang-undang atau menurut peraturan, suatu anggota
boleh menggunakan taxpayer’s untuk menaksir persiapan suatu pajak kembalian
jika itu bukanlah praktis untuk memperoleh data tepat dan jika anggota
menentukan bahwa perkiraan yang layak adalah didasarkan pada keadaan dan fakta
saat itu yang diperlihatkan kepada anggota. Jika perkiraan dengan taxpayer’s
digunakan, mereka harus diperlihatkan dengan suatu cara yang tidak menyiratkan
ketelitian lebih besar disbanding yang ada.
- Statement on
Responsibilities in Tax Services No. 5, Departure From a Position
Previously Concluded in an Administrative Proceeding or Court Decision
(Keberangkatan dari suatu posisi yang sebelumnya disampaikan di dalam
suatu kelanjutan administrative atau keputusan pengadilan)
Pajak
Kembalian berkenaan dengan memposisikan suatu item ketika ditentukan di dalam
suatu kelanjutan administratif atau keputusan pengadilan/lingkungan tidak
membatasi suatu anggota merekomendasikan dari suatu pajak yang berbeda,
kemudian memposisikannya kembali, kecuali jika wajib pajak dalam pemeriksaan.
Oleh karena itu, ketika disiapkan dalam bentuk Statement on Responsibilities in
Tax Services No.1, pajak kembalian diposisikan, anggota boleh merekomendasikan
sebuah pajak kembalian untuk memposisikan atau menyiapkan suatu pajak kembalian
yang memerlukan pemeriksaan dari suatu item ketika disimpulkan untuk suatu
kelanjutan administratif atau meramahi keputusan berkenaan dengan suatu kembali
wajib pajak.
- Statement on
Responsibilities in Tax Services No. 6, Knowledge of Error: Return
Preparation (Pengetahuan Kesalahan: Persiapan Kembalian)
Suatu
anggota perlu menginformasikan kepada wajib pajak dengan segera atas suatu
kesalahan di dalam suatu pajak kembalian yang disimpan atau ketika sadar akan
kegagalan suatu taxpayer’s untuk memfile suatu kembalian yang diperlukan.
Seorang anggota perlu merekomendasikan ukuran yang diambil untuk melakukan
koreksi, seperti rekomendasi yang diberi dengan lisan. Anggota tidaklah
diwajibkan untuk menginformasikannya untuk mengenakan pajak otoritas, dan suatu
anggota tidak boleh melakukannya tanpa ijin taxpayer’s, kecuali ketika yang
diperlukan di depan hukum.
Jika
suatu anggota diminta untuk kembalian untuk tahun sekarang dan wajib pajak
belum mengambil tindakan yang sesuai untuk mengoreksi suatu kesalahan utama di
dalam suatu tahun kembalian, anggota perlu mempertimbangkan apakah untuk
menarik dari menyiapkan kembalian itu dan apakah suatu professional melanjutkan
hubungan atau hubungan ketenaga-kerjaan dengan wajib pajak itu. Jika anggota
menyiapkan, seperti itu kembalian tahun ini, anggota perlu mengambil
langkah-langkah layak untuk memastikan bahwa kesalahan itu tidaklah diulangi.
- Statement on
Responsibilities in Tax Services No. 7, Knowledge of Error: Administrative
Proceedings (Pengetahuan Kesalahan: Cara kerja administrasi)
Jika
suatu anggota sedang mewakili suatu wajib pajak di dalam administratifnya untuk
suatu kembalian yang berisi suatu kesalahan, maka anggota perlu
menginformasikannya kepada wajib pajak itu. Anggota perlu merekomendasikan
ukuran yang akan diambil untuk mengoreksinya, yang mungkin diberi dengan lisan.
Suatu anggota bukan diwajibkan untuk menginformasikan hal itu mengenakan pajak
otoritas maupun mengijinkan untuk melakukannya tanpa ijin tax payer’s, kecuali
jika yang diperlukan di depan hukum. Suatu anggota perlu meminta persetujuan
tax payer’s untuk menyingkapkan kesalahan kepada pajak authority.
- Statement on
Responsibilities in Tax Services No. 8, Form and Content of Advice to
Taxpayers (Format dan isi nasihat pada klien)
Suatu
anggota tidaklah diperlukan untuk mengikuti suatu bentuk standar atau petunjuk
dalam berkomunikasi lisan atau tertulisdalam memberi petunjuk kepada suatu
wajib pajak. Suatu anggota perlu berasumsi bahwa petunjuk pajak yang disajikan
ke suatu wajib pajak akan mempengaruhi cara di mana berbagai hal atau transaksi
yang akan dipertimbangkan. Oleh karena itu, untuk semua petunjuk pajak diberikan
kepada suatu wajib pajak, suatu anggota perlu mengikuti aturan yang baku dalam
Statement on Responsibilities inTax Services No. 1.
2.4 Pengertian Good Corporate Governance
Good Corporate Governance pada dasarnya merupakan
suatu sistem (input, Proses, output) dan seperangkat peraturan yang mengatur
hubungan antara berbagai pihak yang kepentingan (stakeholders) terutama dalam
arti sempit hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi
demi tercapainya tujuan perusahaan. Good Corporate Gorvernance dimasukkan untuk
mengatur hubungan-hubungan ini dan mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan signifikan dalam strategi perusahaan dan
untuk memastikan bahwa kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat diperbaiki dengan
segera. Pengertian ini dikutip dari buku Good Corporate Governance pada badan
usaha manufaktur, perbankan dan jasa keuangan lainnya (2008:36). Menurut Kartiwa (2004:7.8) terdapat dua prespektif tentang Good Corporate
Governance yaitu:
1.
Prespektif yang memandang Corporate Governance sebagai suatu proses dan
struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis dalam rangka
meningkatkan kemakmuran bisnis dan akuntabilitas perusahaan.
2.
Prespektif yang lain Good Corporate Governance menekankan pentingnya
pemenuhan tanggung jawab badan usaha sebagai entinitas bisnis dalam masyarakat
dan stakeholders.
Prinsip-prinsip GCG sesuai
pasal 3 Surat Keputusan Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002
tentang penerapan GCG pada BUMN sebagai berikut :
a.
Transparansi (transparency): keterbukaan dalam melaksanakan proses
pengambilan keputusan dan mengemukakan informasi materiil yang relevan mengenai
perusahaan.
b.
Pengungkapan (disclosure): penyajian informasi kepada stakeholders, baik
diminta maupun tidak diminta, mengenai hal-hal yang berkenaan dengan kinerja
operasional, keuangan, dan resiko usaha perusahaan.
c. Kemandirian (independence):
suatu keadaan dimana perusahaan
dikelola secara profesional
tanpa benturan kepentingan dan
pengaruh/tekanan dari pihak
manapun yang tidak sesuai dengan
peraturan perundangan yang
berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang
sehat.
d. Akuntabilitas
(accountability): kejelasan fungsi, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban Manajemen
perusa-haan sehingga pengelolaan
perusahaan terlaksana secara
efektif dan ekonomis.
e. Pertanggungjawaban
(responsibility): kesesuaian dalam pengelolaan
perusahaan terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan
prinsip-prinsip korporasi yang
sehat.
f. Kewajaran (fairness): keadilan dan kesetaraan
di dalam memenuhi hak-
hak stakeholders yang timbul berdasarkan
perjanjian dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2.5 Pandangan Etika Penggelapan Pajak
Etika tentang penggelapan pajak dapat
dianalisis atau dijelaskan dari beberapa perspektif yang berbeda. Beberapa
diantaranya adalah dari sudut pandang ketaatan beragama, sedangkan yang lain
adalah dari sudut pandang sekuler dan filsafat. Crowe (1944) dalam McGee
(2005b) menggunakan tiga pendekatan berikut untuk menjelaskan etika penggelapan
pajak:
1. adanya hubungan antara individu
dengan negara.
2. adanya hubungan antara individu
dengan anggota masyarakat sesama pembayar pajak.
3. adanya hubungan antara individu
dengan Tuhan.
Dengan
melalui ketiga pendekatan tersebut, Crowe mengkaji literatur teologi dan
filsafat dalam 5 (lima) abad terakhir. Crowe mengidentifikasi tiga pandangan
utama tentang etika penggelapan pajak yang sudah muncul selama beberapa abad.
Pandangan terhadap etika penggelapan pajak tersebut adalah sebagai berikut
(McGee 2005b):
1.
Tidak Pernah Etis Pandangan pertama ini adalah pandangan yang absolut yaitu
bahwa penggelapan pajak “tidak pernah etis” atau tidak dibenarkan. Ada 3 (tiga)
alasan utama yang mendasari pandangan ini : a. Setiap individu mempunyai
kewajiban kepada negara untuk membayar pajak apapun yang dibebankan oleh
negara. b. Setiap individu mempunyai kewajiban kepada anggota masyarakat.
Setiap individu seharusnya tidak hanya mengambil manfaat dari jasa atau
pelayanan negara tanpa memberikan kontribusi berupa pembayaran pajak untuk
pelayanan negara tersebut. Setiap individu mempunyai kewajiban kepada
Tuhan.Tuhan memerintahkan kita untuk membayar pajak kita.
2.
Selalu Etis Pandangan kedua adalah pandangan bahwa penggelapan pajak itu
“selalu etis” atau dibenarkan. Alasan dalam pandangan ini adalah bahwa tidak
pernah ada kewajiban untuk membayar pajak karena negara selalu tidak sah, tidak
lebih dari perampok yang tidak mempunyai moral dan otoritas untuk mengambil
apapun dari siapapun. Dalam pandangan ini tidak terdapat kontrak sosial. Dimana
tidak ada persetujuan secara eksplisit untuk membayar pajak, juga tidak ada
kewajiban. Semua pajak adalah mengambil kekayaan dengan paksa tanpa izin dari
pemilik.
3.
Pandangan ketiga: Kadang-kadang Etis Pandangan ketiga yaitu bahwa penggelapan
pajak itu bisa etis dalam suatu keadaan tetapi tidak etis di keadaan yang lain.
Pandangan bahwa penggelapan pajak adalah “kadang-kadang etis” merupakan
pandangan yang lazim, baik dalam literatur ataupun penelitianpenelitian saat ini.
BAB III
PEMBAHASAN
(Studi
Kasus Pada PT Indosat Multimedia (IM3))
3.1 Sejarah
Perusahaan
IM3
merupakan salah satu merk jual sebuah perusahaan penyedia jasa dan jaringan
telekomunikasi di Indonesia, yaitu PT Indosat Tbk. Perusahaan ini menawarkan saluran
komunikasi untuk pengguna telepon genggam dengan pilihan pra bayar maupun
pascabayar dan IM3 merupakan salah satu merk jual yang memiliki banyak
pelanggan.
3.2 Kronologi
Kasus Dugaan Penggelapan Pajak oleh IM3
IM3 diduga melakukan
penggelapan pajak dengan cara memanipulasi Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai ( SPT Masa PPN) ke kantor pajak untuk tahun buku Desember
2001 dan Desember 2002. Jika pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran,
dapat direstitusi atau ditarik kembali. Karena itu, IM3 melakukan restitusi
sebesar Rp 65,7 miliar. 750 penanam modal asing (PMA) terindikasi tidak membayar
pajak dengan cara melaporkan rugi selama lima tahun terakhir secara
berturut-turut.
Dalam kasus ini terungkap
bahwa pihak manajemen berkonspirasi dengan para pejabat tinggi negara dan
otoritas terkait dalam melakukan penipuan akuntansi. Manajemen juga melakukan
konspirasi dengan auditor dari kantor akuntan publik dalam melakukan manipulasi
laba yang menguntungkan dirinya dan korporasi, sehingga merugikan banyak pihak
dan pemerintah. Kemungkinan telah terjadi mekanisme penyuapan (bribery) dalam
kasus tersebut.
Secara rinci berita yang dikutip
dalam suatu media tertentu, dijabarkan sebagai berikut:
v Tenaga Pengkaji Bidang Pembinaan dan Penertiban Sumber
Daya Manusia Direktorat Jenderal Pajak, Djangkung Sudjarwadi, menyatakan bahwa
Ditjen Pajak akan mengusut laporan adanya penggelapan pajak yang dilakukan PT
Indosat Multimedia (IM3). Menurut master hukum dari Harvard Law School
tersebut, adanya laporan dari Wakil Ketua Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat, M
Rosyid Hidayat, bahwa IM3 telah menggelapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
sebesar Rp 174 miliar, merupakan informasi yang harus ditindaklanjuti aparat
Ditjen Pajak. Dalam pandangan Djangkung, informasi apapun yang berkaitan
tentang penyimpangan pajak, baik yang dilakukan wajib pajak maupun aparat pajak
sendiri akan ditindaklanjuti secara serius oleh pihak Ditjen Pajak.
v Adanya bantahan dari Direktur Utama IM3, Yudi
Rulianto, kata Djangkung, tidak menyebabkan permasalahan menjadi selesai.
Pengusutan tetap diperlukan untuk mencari tahu duduk permasalahan yang
sebenarnya dengan memeriksa wajib pajak yang bersangkutan dan memeriksa
kebenaran laporan atau pengaduan yang diterima. Hal ini sesuai dengan amanah
Undang-Undang No 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
yang menyatakan bahwa Ditjen Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban wajib pajak
v Proses pengusutan tersebut, menurut Djangkung, saat
ini sudah dilimpahkan ke Kantor Wilayah VII Direktorat Jenderal Pajak. Hal ini
dikarenakan kantor pusat IM3 berada di wilayah kerja Kanwil VII. Wakil Ketua
Komisi IV DPR RI, M Rosyid Hidayat mengungkapkan kecurigaan adanya dugaan
korupsi pajak atau penggelapan pajak yang dilakukan PT Indosat Multimedia
(IM3). Rosyid mengungkapkan, IM3 melakukan penggelapan pajak dengan cara
memanipulasi Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) ke
kantor Pajak untuk tahun buku Desember 2001 dan Desember 2002. Untuk SPT masa
PPN 2001 yang dilaporkan ke kantor pajak pada Februari 2002 dilaporkan bahwa
total pajak keluaran tahun 2001 sebesar Rp 846,43 juta. Sedangkan total pajak
masukan sebesar Rp 66,62 miliar sehingga selisih pajak keluaran dan masukan
sebesar Rp 65,77 miliar. Sesuai aturan, jika pajak masukan lebih besar dari
pajak keluaran, maka selisihnya dapat direstitusi atau ditarik kembali. Karena
itu, IM3 melakukan restitusi sebesar Rp 65,7 miliar.
v Menurut Rasyid, selintas memang tidak terjadi
kejanggalan dari hal tersebut. Namun, jika lampiran pajak masukan dicermati,
IM3 menyebut adanya pajak masukan ke PT Indosat sebesar Rp 65,07 miliar. Namun setelah dicek ulang, dalam SPT Masa
PPN PT Indosat, ternyata tidak ditemukan angka pajak masukan yang diklaim IM3.
Padahal seharusnya angka Pajak Masukan IM3 tersebut muncul pada laporan pajak
keluaran PT Indosat untuk tahun buku yang sama. Bahkan, PT Indosat hanya
melaporkan pajak keluaran sebesar Rp 19,41 miliar yang sebagian besar berasal
dari transaksi dengan PT Telkom bukan dengan IM3.
v Hal serupa juga dilakukan pada 2002, bahkan nilainya
lebih besar. Untuk SPT Masa PPN 2002 per Desember 2002, IM3 melaporkan
kelebihan pajak masukan sebesar Rp 109 miliar. Berdasarkan Surat Ketetapan
Pajak Lebih Bayar (SKPLB) nomor 00008/407/02/051/03 uang tersebut.
Dalam kasus penggelapan pajak oleh IM3 dapat disebabkan oleh
beberapa hal, antara lain:
a. Faktor
kompetensi bukan menjadi penyebab utama terjadinya kecurangan.
Para akuntan yang
terlibat dalam kasus kecurangan di atas tidak diragukan lagi kemampuannya
karena akuntan di perusahaan besar yang sudah go public. Kecurangan tersebut terjadi karena akuntan tidak mampu
mempertahankan profesionalitasnya dan lebih memilih untuk melanggar etika
profesi. Alasannya bisa beragam, bisa karena faktor materi, faktor tekanan dari
pihak manajemen, maupun buruknya sistem dan prosedur yang diterapkan .
b. Dilema
etika dapat menjadi faktor munculnya kecurangan dalam pekerjaan.
Dilema
etika yang dialami oleh akuntan publik muncul dikarenakan adanya saling
ketergantungan antara klien dan KAP (klien yang membayar fee auditor). Begitu
pula dilema etika yang dihadapi akuntan internal perusahaan.
3.3 Solusi
kasus Dugaan Penggelapan Pajak oleh IM3
Dalam kasus IM3 tersebut
dijelaskan bahwa IM3 diduga melakukan penggelapan pajak dengan cara
memanipulasi Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN)
dan Manajemen juga melakukan konspirasi dengan auditor dari kantor akuntan
publik dalam melakukan manipulasi laba yang menguntungkan dirinya dan
korporasi. Jika memang terbukti melakukan hal tersebut jelas IM3 telah
melanggar prinsip-prinsip Good Corporate Governence (CGC-suatu komitmen, aturan
main serta praktik penyelenggaraan bisnis secara sehat dan beretika:
Transparasi, Akuntabilitas, Responsibilitas, Independensi, dan Kesetaraan). IM3
melanggar diantaranya prinsip transaparasi, yang mana terdapat kewajiban bagi
para pengelola untuk menjalankan prinsip keterbukaan dalam proses keputusan dan
penyampaian informasi secara lengkap, benar, dan tepat waktu kepada semua
pemangku kepentingan. Selain itu, IM3 juga melanggar prinsip akuntabilitas yang
mana para pengelola berkewajiban untuk membina sistem akuntansi yang efektif
untuk menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya.
Terkait dengan masalah pihak
manajemen berkonspirasi dengan para pejabat tinggi negara dan otoritas terkait
dalam melakukan penipuan akuntansi, 1 lagi prinsip GCG yang dilanggar yaitu
prinsip kemandirian yaitu keadaan dimana para pengelola dalam mengabil suatu
keputusan bersifat professional, mandiri, bebas dari konflik kepentingan dan
bebas dari tekanan/pengaruh dari manapun yang bertentangan dengan
perundang-undangan yang berlaku dan prinsip pengelolaan yang sehat. Dan berbicara
tentang prinsip, prinsip terakhir yang di langgar adalah prinsip responsibility
(pertanggungjawaban), dan tanggung jawab ini mempunyai 5 dimensi yaitu dimensi
ekonomi,hukum, moral, social, dan spiritual.
Solusi yang dapat diterapkan pada
kasus penggelapan pajak oleh IM3 antara lain:
1)
Pelaku
·
Para pelaku bisnis dan pihak yang
terkait mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh
keuntungan secara ilegal.
·
Seharusnya akuntan internal
perusahaan maupun akuntan publik tetap bersikap objektif dan independen serta
tidak terpengaruh oleh manajemen. Akuntan internal sebaiknya bertanggung jawab
secara langsung kepada pemilik dan bukan pada manajemen perusahaan, karena hal
ini dapat mengurangi tekanan yang dihadapi oleh akuntan internal.
·
Pengembangan tanggung jawab sosial.
Pelaku
bisnis ini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat. Jadi, dalam keadaan
apapun para pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap
tanggung jawab terhadap masyarakat sekitar di lingkungan usaha mereka.
·
Pentingnya pendidikan etika bagi
para akuntan sebagi bekal dalam menghadapi potensi kecurangan.
Pelanggaran etika akan terus terjadi
jika tidak ada pemahaman yang mendalam dari akuntan terhadap pentingnya untuk
memegang teguh etika profesi. Bisa jadi mereka tidak mengetahui dampak yang
ditimbulkan oleh kecurangan yang mereka lakukan. Salah satu cara untuk menekan
jumlah akuntan yang menyimpang serta menanamkan kesadaran akan pentingnya
menerapkan kode etik profesi adalah dengan melakukan sosialisasi intensif
tentang profisionalitas dan kode etik akuntan dalam lingkungan kerja. Misalnya,
secara rutin IAI sebagai lembaga akuntan terbesar di Indonesia menyelenggarakan
pelatihan dan seminar untuk meningkatkan kompetensi dan kesadaran terhadap kode
etik profesi kepada anggotanya.
2) Pemerintah
Sebaiknya pemerintah lebih mengetatkan
pengawasan pajak kepada perusahaan-perusahaan besar dan tidak tebang pilih
dalam menyelesaikan penggelapan pajak. Pemerintah Indonesia masih sangat lemah
dalam memberantas penggelapan pajak-pajak. Ditambah lagi maraknya oknum-oknum
pemerintah yang mudahnya menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang ingin
menggelapkan uang pajak mereka. Pemerintah seharusnya menerapkan hukuman yang
berat untuk perusahaan yang menggelapkan pajaknya dan menghukum berat oknum
yang menerima suap, serta perusahaan harusnya sadar akan kewajibannya membayar
pajak.
Dalam kasus ini, pihak pemerintah dan DPR
juga perlu segara membentuk tim auditor independen yang kompeten dan kredibel
untuk melakukan audit investigatif atau audit forensik untuk membedah laporan
keuangan dari 750 PMA yang tidak membayar pajak. Korporasi multinasional yang
secara sengaja terbukti tidak memenuhi kewajiban ekonomi, hukum, dan sosialnya
bisa dicabut izin operasinya dan dilarang beroperasi di negara berkembang.
BAB
IV
PENUTUP
1.1
Simpulan
IM3 diduga melakukan
penggelapan pajak dengan cara memanipulasi Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) dan Manajemen juga melakukan konspirasi dengan
auditor dari kantor akuntan publik dalam melakukan manipulasi laba yang
menguntungkan dirinya dan korporasi. Jika memang terbukti melakukan hal
tersebut jelas IM3 telah melanggar prinsip-prinsip Good Corporate Governence. Prinsip-prinsip yang dilanggar IM3
antara lain: prinsip
transaparasi, prinsip
akuntabilitas, prinsip
kemandirian, prinsip responsibility
(pertanggungjawaban).
1.2
Saran
·
Akuntan internal sebaiknya
bertanggung jawab secara langsung kepada pemilik dan bukan pada manajemen
perusahaan, karena hal ini dapat mengurangi tekanan yang dihadapi oleh akuntan
internal.
·
Semua pihak yang terkait
seharusnya mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk
tidak memperoleh keuntungan secara ilegal.
·
secara rutin IAI sebagai lembaga
akuntan terbesar di Indonesia menyelenggarakan pelatihan dan seminar untuk
meningkatkan kompetensi dan kesadaran terhadap kode etik profesi kepada
anggotanya.
·
pemerintah lebih
mengetatkan pengawasan pajak kepada perusahaan-perusahaan besar dan tidak
tebang pilih dalam menyelesaikan penggelapan pajak
Daftar
Pustaka
Mohamad Fadly Assagaf.2016 “Etika Dalam Perpajakan’’. diakses pada
https://mohammadfadlyassagaf.wordpress.com/2016/12/04/etika-dalam-perpajakan
pada 27 Desemeber 2021 pukul 21.35 WIB
Brotodiharjo,R.S.
2003. Penganta Ilmu Hukum Pajak.
Edisi Keempat. Bandung: Refika Aditama.
Titah
Galih Utami & Agus Widodo. 2015.Pesepsi Mahasiswa Akuntansi dan Mahasiswa
Hukum Terhadap Etika Penggelapan Pajak.Jurnal Akuntansi dan Bisnis, 2: 96-105.
Mas
Adji Story. 18 Februari 2013. “Studi Kasus Etika Bisnis”. Sumber elektronik
dari http://blog.ub.ac.id/masadji/
diakses pada tanggal 12 Juni 2014 pukul 10:10.
Tempo.
4 November 2003. “Ditjen Pajak Akan Usut Dugaan Penggelapan Pajak IM3”. Sumber
elektronik dari http://www.tempo.co/read/news/2003/11/04/05627427/Ditjen-Pajak-Akan-Usut-Dugaan-Penggelapan-Pajak-IM3
diakses pada tanggal 12 Juni 2014 pukul 09:50.
Komentar
Posting Komentar